TEKNIK bertahan dalam persetubvuhan
menjadi hal yang sangat penting dan mendapat tempat khusus dalam
Assikalaibineng. Dan sekali lagi, pihak suami menjadi faktor kunci.Kitab
peretubuhan Bugis ini tahu betul bahwa pihak suami senantiasa lebih
cepat menyelesaikan hubungan ketimbang perempuan. Menenangkan diri,
sabar, konsentrasi, dan memulai dengan kalimat taksim amat disarankan
sebelum foreplay.
Manuskrip Assikalaibineng amat
mementingkan kualitas hubungan badan ketimbang frequensi atau
multiorgasme. Assikalaibineng adalah ilmu menahan nafsu, melatih jiwa
untuk tetap konsentrasi dan tak dikalahkan oleh hawa nafsu.
Namun pada intinya, Assikalaibineng
bukanlah lelaku atau taswawwuf untuk berhubungan badan, lebih dari itu
assikalaibnineng adalah tahapan awal untuk membuat anak yang cerdas,
beriman, memiliki fisik yang sehat. Inti dari ajaran ini adalah
bagaimana membuat generasi pelanjut yang sesuai tuntutan agama. (h.151)
Banyak teori seksualitas mengungkapkan bahwa potensi enjakulasi sebagai
puncak kenikmatan seksual bagi laki-laki lebih tinggi ketimbang
perempuan. Perbandingannya delapan kali untuk suami, dan satu kali bagi
istri. Bahkan, dapat saja seorang istri tidak pernah sekalipun merasakan
orgasme seteles sekian kali, bahkan sekian lama hidup berumah tangga.
“Assikalaibaineng, mengkalim bahwa ini terjadi karena pihak suami sama
sekali tak tahu atau bahkan tak mau tahu dengan lelaku seks yang
mengedepankan kualitas.”
Mengutip sebuah buku lelaku seks sesusi
ajaran Islam, yang diterbitkan di Kuala Lumpur, dalam catatan kaki di
halaman 164, Muhlis mengomentari “…Hampir 99 persen lemah syahwat
(kelemahan nafsu jantan) adalah timbul dari sebab-sebab kerohanian.
Emonde Boas, seorang dokter asal Amerika bahkan pernah melakukan
penelitian, dari 1400 lelaki yang didata mengidap penyakit lemah
syahwat, hanya tujuh yang lemah karena sebab-sebab jasmani, yang lainya
karena sebab rohani atau psikologis,” Dia melanjutkan, “kejiwaanlah yang
menyebabkan faktir terbesar sekaligus penggerak seseorang melakukan
hubungan seks, sedangkan tubuh dan alat reproduksi hanya merupakan alat
pemuasan bagi melaksanakan kehidupan kejiwaan seseorang.
Sedangkan teknik mengelola nafas dengan
zikir, cara penetrasi, dan menutup hubungan dengan pijitan ke sejumlah
titik rangsangan perempuan, dan menemani istri tertidur dalam satu
selimut atau sarung merupakan bentuk akhir menjaga kualitas hubungan.
Pengetahuan praktis seperti waktu yang baik dan kurang baik untuk
berhubungan badan juga secara rinci diatur dalam kitab ini. “Tidak
sepanjang satu malam menjadi masa yang tepat untuk bersetubuh.”
(hal.166)
Terdapat keterkaitan waktu bersetubuh
dengan kualitas anak yang terbuahi, seperti warna kulit anak. Untuk
memperoleh anak yang berkulit putih, peretubuhan dilakukan setelah isya.
Untuk anak yang berkulit hitam, persetubuhan dilakukan tengah malam
(sebelum shalat tahajjud), anak yang warna klitnya kemwerah-memerahan
dilakukan antara Isya dan tengah malam. Sedangkan untuk anak berkulit
putih bercahaya, bersetubuhan dilakukan dengan memperkirakan berakhirnya
masa terbit fajar di pagi hari. Atau lebih tepatnya dilakukan usai
solat subuh, antara pukul 05.15 hingga pukul 06.00 jika itu waktu di
Indonesia. Ini sekaligus supaya mempermudah mandi junub.
Secara khusus kitab ini adalah menuntut
pihak suami sebagai inisiator dan mengingatkan kepada istri, agar
menyesuaikan waktu tidur dengan keinginan melakukan persetubuhan. Sebab
ternyata, persoalan waktu amat berdampak secara psikologis maupun
biologis, terutama pihak istri. Teks assikalaibineng secara spesifik
menyebutkan adanya kaitan waktu tidur istri dengan ajakan suami
bersetubuh.
Assikalaibineng A hal.72-73 menyebutkan,
“bila suami mengajak istri berhubungan saat menjelang tidur, maka ia
merasakan dirinya diperlakukan [penuh kasih sayang (ricirinnai) dan
dihargai (ripakalebbiri). Akan tetapi jika istri sedang tidur pulas,
lantas suami membangunkannya untuk bersetubuh, maka istri akan merasa
diperlakukan laiknya budak seks, yang disitilahkan dengan ripatinro
jemma’. Soal bangun membangunkan istri yang tidur pulas, assikalaibineng
juga memberikan cara efektif. Kitab ini sepertinya tahu betul, bahwa
jika usai orgasme sang istri biasanya langsung tertidur. Untuk
menuntnjukkan kasih sayang, maka usai berhubungan lelaki bisa mengambil
air, lalu mercikkan satu dua tetas ke muka istri. Setelah istri
terbangun, lelaki memberikan pijitan awal di antara kening, mata,
menciumim ubun-ubun, memijit bagian panggul lalu bercakap-cakap sejenak.
Percakapan ini bagi istri akan selalu diingat dan membuatnya.
WARNING :
- Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Anda, Komentar Anda sangat berguna demi kelangsungan Blog saya
- Do not Forget Leave Your Comment Your comments are very useful for the survival of my Blog
